MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.ID – KH A Mustofa Bisri atau Gus Mus memamerkan 128 karya lukisannya di Museum OHD, mulai Sabtu 11 Maret 2023 hingga 3 bulan ke depan.
Gus Mus adalah sosok perupa, penyair, cerpenis, kyai, dan guru bangsa kharismatik, yang dianut, didengar, dan menjadi sumber inspirasi umat yang sangat banyak.
Gus Mus menyebutkan jika karya-karyanya merupakan bentuk ekspresi dirinya yang menjadi seorang yang merdeka.
“Yang mengenalkan seni pertama kali adalah ibu, beliau sosok panutan yang menjadi saya orang yang merdeka. Tidak ada yang boleh mendekte saya kecuali Allah,” tegas Gus Mus di hadapan awak media dalam pembukaan pameran, Sabtu 11 Maret 2023.
Gus Mus lantas bercerita jika ia pernah menjadi seorang pimpinan, politikus hingga kyai.
“Politisi sudah pernah, dimarahi banyak kiyai pun pernah. Inilah saya berpakaian ya semau gue. Lukisan dan puisi pun saya buat semau saya. Silahkan mau diartikan apapun,” imbuhnya.
OHD dipilih menjadi tempat pameran tunggalnya karena banyak seniman yang sudah berkerja sama. “Saya lebih pede pameran di sini (OHD) karena banyak teman-teman seniman,” katanya.
Alissa Wahid, putri dari Gus Dur juga hadir dan berkesempatan membuka pameran.
Ia mengungkapkan bahwa saat ini bangsa tengah dihadapkan dengan kepenatan, berbagai kekecewaan, berbagai bencana dan potensi bencana.
“Gus Mus adalah sosok istimewa. Gus Mus adalah sosok biasa-biasa saja yang menjadi sumber inspirasi, ulama tidak terkekang, manusia merdeka. Pameran ini punya berlipat-lipat makna seni budaya jalan perjuangan Gus Mus. Gus Mus menyapaikan pesan melalui karyanya dan kita terdidik melalui karyanya,” kata Alissa saat pembuka pameran.
Kurator lukisan, Suwarno Wisetrotomo, mengaku dirinya merasa sanksi, apakah mampu “menghadirkan” sosok teladan ini melalui karya-karya seni rupanya.
Karya seni rupa; Gus Mus memang melukis dengan cara dan gaya, seperti pengakuannya, ‘semau gue’.
Ia menjelajahi beragam material, teknik, secara merdeka: kopi, nikotin (lelet/kerak tembakau), cat minyak, akrilik, tinta, kertas, dan kanvas.
Dari 128 lukisan karya Gus Mus yang dihadirkan 64 di antaranya adalah karya lelet nikotin pada amplop surat, 2 karya cucu, 1 santri, 3 karya kolaborasi antara Gus Mus dengan Muhammad Abdu Maliki Mulk (cucu), serta 1 karya kolaborasi antara Gus Mus dengan Umma Nabiegh Ismail Jalla (cucu) dan Eny Retno Purwaningtyas (keponakan).
Karya-karya pada kertas dan kanvas, berupa kaligrafi, sosok/figure, dan abstrak (non-figuratif).
Karya-karya ini dapat dipahami sebagai metode Gus Mus untuk menyampaikan pesan bahwa seni beririsan dengan ragam persoalan yang spiritual, sakral, yang profan, yang sosial, politik, dan keseharian.
Secara ringan hati misalnya, dengan keterampilan yang mengejutkan, Gus Mus melukis wajah, figur, sosok penyanyi di panggung (Inul), melampiaskan imaji melalui sketsa, di samping menyusun ayat-ayat Al-Quran menjadi konfigurasi visual yang indah.
“Dalam pandangan saya semua yang dikerjakan Gus Mus, termasuk karya-karya seni rupa dalam pameran ini, merupakan pernyataan untuk menggoda sensitivitas siapa pun (pembaca, penonton, pendengar) yang tersebar di seluruh penjuru mata angin untuk berselancar dalam tafsir.
Gus Mus menyodorkan lanskap pikiran, jiwa, dan tubuhnya melalui beragam medium di satu sisi; Gus Mus memandang dari dalam (dirinya) ke luar memahami realitas, atau sebaliknya memandang dari luar untuk menyadari eksistensi dirinya. Karena itu tak jarang, atau bahkan hampir selalu, Gus Mus menempatkan dirinya sebagai “hanya”, sebagai “debu” di haribaan kemahaagungan Allah SWT.
Pada sisi yang lain Gus Mus merupakan lanskap itu sendiri, yang memicu siapa pun untuk menjelajahinya melalui berbagai ‘pintu masuk’ (ceramah pengajian, pidato-pidato, puisi, cerpen, esai, dan karya-karya seni rupa).
“Pameran kali ini hanyalah “sepotong lanskap” dari “lanskap luas dan dalam” sesosok yang terus-menerus menyuarakan keberadaban, kekerabatan, kesatuan, kerendahhatian, dan keindahan. Gus Mus adalah lanskap luas tanpa tepi serta kedalaman sumur tanpa dasar yang airnya tak pernah kering,” imbuh Suwarno. (hen)