TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.ID – Sebanyak 60 warga Desa Kebumen, Kecamatan Pringsurat, Temanggung mendatangi balai desa setempat untuk menuntut keadilan ganti rugi lahan terdampak proyek Tol Bawen-Jogja yang dinilai tidak sepadan pada Minggu, 2 April 2023 lalu.
Pada pertemuan tersebut, seluruh warga sepakat menolak pemberian uang ganti rugi yang dinilai tak sesuai dan ditetapkan secara sepihak tanpa adanya musyawarah mufakat.
Komarudin, warga dusun Banjarsari, Desa Kebumen mengungkapkan penolakan tersebut bukan dimaksudkan sebagai bentuk penentangan pembangunan proyek tol. Namun demikian, harga ganti lahan yang dinilai tidak sesuai.
“Kami tidak menentang adanya proyek tol. Kami hanya heran dan mempertanyakan harga ganti lahan yang tak sesuai. Kami bersedia melepas tanah kami jika harga disepakati,” katanya.
Komarudin menambahkan bahwa sampai dengan saat ini tidak ada musyawarah yang membahas terkait nominal ganti rugi tanah. Pembahasan yang dilakukan sebelumnya hanya sebatas kesepakatan warga untuk melepas tanah.
“Sebelumnya tidak ada musyawarah dengan warga soal harga, ada pertemuan tapi membahas kesepakatan melepas tanah saja,” imbuhnya.
Tiba-tiba saja, kata dia, warga diminta tanda tangan persetujuan harga dengan membawa lembar tulisan kecil-kecil,” ujarnya.
Lebih lanjut Komarudin mengaku, tanah seluas 1.438 miliknya hanya dihargai Rp144 ribu per meter persegi.
“Seharusnya antara Rp1 juta sampai dengan Rp2 juta per meter persegi. Pidato presiden Jokowi kan ganti untung, bukan malah warga dibuat merugi,” lanjutnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Suliyem. Warga Kaliampo, Desa Kebumen tersebut mengatakan tidak adanya penjelasan terkait harga ganti untung dari tim ataupun panitia pembangunan proyek tol.
“Saat kami tanyakan hanya dijawab akan ada tim apraisal saat sosialisasi, tanpa kami tahu berapa harga ganti untungnya. Tapi langsung menetapkan harga tanpa musyawarah pada Oktober 2022 lalu,” kata Saliyem.
Sama halnya dengan Komarudin, tanah Saliyem seluas 1.220 meter persegi dan 34 meter persegi pun hanya dihargai dengan Rp170 ribu/meter.
“Mestinya harganya tiga kali lipat, karena namanya aja ganti untung. Kalau harga segitu, warga kesulitan untuk membeli lagi tanah dengan luas dan kondisi yang sama,” jelasnya.
Pemilik lahan lainnya yang terkena proyek pembangunan tol Jogja-Bawen, Pujiono juga mengungkapkan kekecewaannya. Sebab, tanah seluas 4.158 miliknya hanya dihargai Rp170 ribu/meter persegi.
“Untuk kepentingan negara saya ikhlaskan, tapi kalau terjadi jual beli harga harus wajar. Saya beli tanah dengan uang saya, bukan minta. Ini proses ganti rugi lahan cacat hukum, bisa saya gugat,” tegasnya.
Sementara itu, Hariyanto, Kepala Desa Kebumen mengatakan pihaknya diundang warga yang tidak terima dengan harga ganti rugi tol Jogja-Bawen.
“Benar ada 108 bidang tanah di desa Kebumen. Ada tanah kas desa dan tanah milik 60 warga yang terkena lahan tol Jogja-Bawen yang termasuk pertanian produktif,” katanya.
Hariyanto menjelaskan, harga di pasaran wajar atau tidak tergantung penilaian. Akan tetapi, faktanya uang ganti tersebut tidak bisa membeli tanah dengan luas yang sama.
“Ada tahapan sosialisasi dan pengukuran, tapi tidak ada rapat besaran ganti rugi. Yang ada hanya pertemuan penetapan harga. Masyarakat hanya disodori nilai penetapan oleh panitia. Saya kurang tahu, yang jelas panitia tol,” jelasnya.
Dari 108 bidang tanah tersebut, terdapat 1,3 hektare merupakan tanah bengkok desa. Oleh karena itu, sebagai kepala desa, Hariyanto berharap, ganti untung yang didapatkan setidaknya dua kali luas lahan bengkok saat ini.
“Harapannya desa dan warga dapat ganti tanah bengkok 2 sampai 3 kali lipat luas untuk menambah aset desa,” tutupnya. (mg3)