MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.ID – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Magelang meminta agar Unit Pengumpul Zakat (UPZ) masjid segera mendapatkan legalitas. Sebab, unit pengumpul zakat atau dikenal dengan amil zakat tidak bisa mengangkat dirinya sendiri.
Menurut Wakil Walikota Magelang, KH M Mansyur, regulasi tentang amil zakat telah diatur sejak zaman dahulu.“Pada zaman Nabi pun yang mengangkat seorang amil ya pemerintah, apalagi sekarang sudah diperkuat melalui Undang-Undang (UU) Zakat,” ujarnya.
Mansyur menjelaskan bahwa pemerintah sendiri berhak mengangkat pengurus Baznas yang kemudian lembaga tersebut diberikan kewenangan untuk menyiapkan UPZ masjid secara resmi.
“Kita harus memastikan UPZ itu memang memiliki kevalidan dan sah di mata hukum sehingga apa yang dikerjakan bisa tepat sasaran dan membantu mengentaskan kemiskinan bagi jemaah masjid,” jelasnya.
Namun, ada pemahaman keliru di sebagian umat Islam bahwa amil zakat adalah pengurus zakat atau panitia zakat yang ada di masjid-masjid atau yang berupa badan usaha. Pemahaman semacam ini sebenarnya perlu diluruskan.
Amil secara bahasa Arab bermakna pekerja. Sedangkan secara istilah berarti orang yang diberikan tugas untuk mengurus zakat dan mengumpulkannya dari orang yang berhak mengeluarkan zakat, kemudian membagikan kepada golongan yang berhak menerima. Amil diberikan otoritas oleh penguasa untuk mengurus zakat tersebut.
Menurut Sayid Sabiq, amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa atau wakil penguasa untuk bekerja mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Termasuk amil zakat adalah orang yang bertugas menjaga harta zakat, penggembala hewan ternak zakat dan juru tulis yang bekerja di kantor amil zakat.
‘Adil bin Yusuf al ‘Azazi menjelaskan bahwa amil zakat adalah para petugas yang dikirim oleh penguasa untuk mengunpulkan zakat dari orang-orang yang berkewajiban membayar zakat. Demikian pula termasuk amil adalah orang-orang yang menjaga harta zakat serta orang-orang yang membagi dan mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Mereka itulah yang berhak diberi zakat meski sebenarnya mereka adalah orang-orang yang kaya.
Syeikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin mengatakan, “Golongan ketiga yang berhak mendapatkan zakat adalah amil zakat. Amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya lalu menjaga dan mendistribusikannya.
Mereka diberi zakat sesuai dengan kadar kerja mereka meski mereka sebenarnya adalah orang-orang yang kaya. Sedangkan orang biasa yang menjadi wakil orang yang berzakat untuk mendistribusikan zakatnya bukanlah termasuk amil zakat. Sehingga mereka tidak berhak mendapatkan harta zakat sedikitpun disebabkan status mereka sebagai wakil.
Akan tetapi jika mereka dengan penuh kerelaan hati mendistribusikan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan penuh amanah dan kesungguhan maka mereka turut mendapatkan pahala. Namun jika mereka meminta upah karena telah mendistribusikan zakat maka orang yang berzakat berkewajiban memberinya upah dari hartanya yang lain bukan dari zakat.
Berdasarkan paparan di atas maka syarat amil zakat adalah :
1. Diberi kuasa oleh penguasa atau pemerintah untuk mengurus zakat, bukan mengangkat dirinya sendiri sebagai amil zakat.
2. Mengambil dan mendistribusikan zakat sehingga ia bukan hanya duduk di masjid atau di kantornya.
Ketua Baznas Kota Magelang, Ahmad Zainuddin menjelaskan amil zakat harus mempunyai legalitas. Terlebih lagi, legalisasi ini juga merupakan syariat wajib dari tuntutan agama Islam.“Seorang amil sebetulnya tidak bisa mengangkat dirinya sendiri kalau panitia pengumpulan zakat bisa mendeklarasikan dirinya sendiri sehingga pengakuannya belum sah secara hukum,” ujarnya.
“Amil ini sebagai pengganti mustahik, jadi setelah dana disalurkan ke badan amil maka zakat ini menjadi hukumnya sah. Apabila ada kesalahan dalam penyaluran zakat pun ini bukan menjadi kesalahan pemberi zakat,” tandasnya. (*)
editor : Joko Suroso