TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES.COM – Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kabupaten Temanggung menyebut bahwa keberadaan Bangsal Pengolahan Pasca Panen di masing-masing kelompok tani mampu membawa dampak positif bagi sektor pertanian, khususnya komoditas cabai.
Menurut Kepala DKPPP Kabupaten Temanggung, Joko Budi Nuryanto, cabai merupakan salah satu komoditas yang bisa dibilang cukup rentan didera oleh masalah fluktuasi harga. Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah cuaca hingga serangan hama atau virus penyakit.
Dijelaskan, saat ini terdapat beberapa Bangsal Pengolahan Pasca Panen yang dapat dijadikan sebagai wadah optimalisasi sektor pertanian cabai oleh masing-masing kelompok tani.
Seperti saat harga cabai mengalami kenaikan di pasaran, bangsal itu dapat digunakan sebagai sentra perdagangan yang mempertemukan pihak petani dan pembeli usai digelarnya panen.
“Ada pola lelang di bangsal itu. Jadi setelah panen cabai, petani bisa bersama-sama membawa hasil panenan di bangsal tersebut. Di sana ada petugas yang secara rutin memantau up date harga di pasaran. Di sisi lain, pihak pembeli bisa juga memantau secara langsung kuantitas hasil panen dari tingkat petani. Sehingga terjadi sebuah koordinasi apik,” jelasnya.
Selain koordinasi lelang pasca panen, manfaat lain yang diharapkan ialah adanta tim khusus yang mengurusi masalah sortasi panenan. Pasalnya, sampai sejauh ini hal tersebut dianggap masih belum terkooordinir secara apik.
“Untuk sortasi sendiri sampai saat ini masih ada perbedaan selisih harha sekitar Rp 5.000 per kilo antara cabai jenis Grade A dan Grade B. Bagi kalangan petani, nomimal selisih itu sangat lumayan,” imbuhnya.
Djoko menambahkan, tak hanya saat harga berada di angka lumayan saja, namun Bangsa Pengolahan Pasca Panen juga diklaim sebagai wadah yang efektif untuk mendongkrak harga jual cabai saat harga panenan di pasarannya jatuh.
Dibekali dengan berbagai peralatan dan SDM yang memadai, cabai yang harganya murah bisa diolah menjadi berbagai jenis barang komoditas lain yang harganya jauh lebih mahal. Seperti bubuk cabai, hingga pola pengemasan (packaging) untuk menambah nilai jual barang itu sendiri.
“Saat harga jatuh bisa diolah menjadi barang lain yang jauh lebih ekonomis dengan harga jual lebih tinggi. Misal digiling menjadi cabai bubuk dengan model kemasan yang menarik. Apalagi ditunjang dengan alat-alat khusus. Tinggal bagaimana kita secara konsisten memberi bekal pelatihan kepada anggota kelompok-kelompok tani,” pungkasnya. (riz)