MAGELANGEKSPRES.COM, WONOSOBO – Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wonosobo terus melakukan pemantauan tanah bergerak di Desa Medono dan Desa Pucungkerep Kecamatan Kaliwiro. Retakan tanah di dua desa tersebut telah merusak pemukiman dan fasilitas umum.
“Dari analisa dan pemetaan terhadap dua desa di Kecamatan Kaliwiro itu, maka kita akan memprioritaskan pemasangan early warning system ( EWS) untuk langkah deteksi dini bencana,” ungkap kepala BPBD, Zulfa Ahsan Alim Kurniawan, kemarin.
Menurutnya, BPBD semakin intensif melakukan upaya penguatan mitigasi bencana di wilayah Wonosobo mengingat sedikitnya ada 8 potensi bencana meliputi bencana longsor, tanah bergerak, banjir, gunung meletus, gempa bumi, kekeringan serta semburan gas beracun. Bahkan Wonosobo menempati rangking tertinggi untuk kasus tanah longsor dan bergerak yang telah mengakibatkan sejumlah kerusakan dan infrastruktur, rumah tinggal, sekolah, lahan pertanian, tempat ibadah jembatan dan irigasi.
“Untuk Jateng, kita masuk lima besar potensi bencana, kita masuk zona merah bencana, utamanya untuk tanah bergerak dan longsor,” ungkapnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, pihaknya melakukan sejumlah pemetaan dan kajian dengan melibatkan para ahli dari Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM yang berpusat di Bandung Jawa Barat.
“Meski peralatan kami sangat terbatas tetapi upaya untuk pemetaan dan analisi tetap dilaksanakan terutama pada kawasan atau wilayah yang memiliki risiko tinggi serta dampak kerusakan yang mungkin terjadi, dengan menggandeng institusi yang berkompeten seperti PVMBG,” katanya.
Belum lama ini, Desa Medono dan Desa Pucungkerep juga telah dipantau langsung tim dari PVMBG terkait potensi bencana, seperti pergerakan tanah yang terjadi, karena untuk Desa Pucungkerep, tanahnya terus bergerak atau melorot ke arah Sungai Luk Ulo.
“Secara kasat mata sudah banyak terjadi retakan. Bahkan jalan cor rusak dan patah, balai desa dan jalan kabupaten patah ada yang sudah ambles sehingga tidak bisa dilalui, beberapa rumah juga sudah roboh,” katanya
Situasi dan kondisi tersebut belum diketahui secara luas masyarakat. Hal itu dianggap biasa, padahal dalam jangka panjang berpotensi menjadi bencana tanah longsor. Apalagi jika terus digerus oleh air hujan, kondisi retakan akan semakin lebar dan panjang.
“Kondisi retakan akan semakin parah jika terjadi turun hujan. Untuk itu pengamatan lingkungan harus dilakukan secara partisipatif oleh warga setempat,” pungkasnya. (gus)