MAGELANGEKSPRES.COM, TEMANGGUNG – Kendati tengah menjadi salah satu program unggulan pemerintah pusat dalam mengurai masalah legalitas bidang tanah, akan tetapi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Temanggung justru tengah menuai polemik. Tepatnya di Desa Kerokan, Kecamatan Tlogomulyo.
Pasalnya, para perangkat di desa tersebut diduga telah melakukan aksi pungutan berupa biaya tambahan di luar ketentuan yang berlaku.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan salah seorang warga Desa Kerokan, Syamsul Ma’arif (32). Ia mengungkapkan, peroblematika bermula ketika dalam pengurusan ratusan bidang tanah dalam program PTSL, para warga dipungut biaya tambahan sebesar Rp 150.000.
Lanjutnya, para perangkat desa setempat berdalih bahwa pungutan tambahan biaya yang dianggap “Liar” itu digunakan untuk penggantian biaya atas proses pembuatan surat hibah atau waris.
“Saat kami tanyakan landasan hukum atas pungutan di luar ketentuan tersebut, salah seorang perangkat hanya mengatakan bahwa itu merupakan hasil kesepakatan Paguyuban Kades se-Kecamatan Tlogomulyo,” jelasnya, Jumat (20/05/2022).
Tak puas dengan jawaban perangkat, pihak warga lantas mengadukan masalah ini ke pihak Kecamatan Tlogomulyo yang langsung melakukan teguran dan perintah pengembalian. Alasannya, hal itu tidak berdasar dan dapat dibawa ke ranah hukum.
“Memang setelah itu langsung ada rembug kesepakatan dibuktikan dengan sebuah Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Kepala Desa Kerokan tertanggal 19 April 2022. Namun demikian, isi pernyataan itu tidak mewakili warga yang takut menyuarakan masalah ini. Intinya, Kades meminta maaf telah memunggut tambahan sebesar Rp 150.000 tanpa melalui kesepakatan dengan warga. Tetapi ada pernyataan tambahan lagi yang berbunyi hanya akan mengembalikan uang itu kepada warga yang keberatan saja. Yang tidak ya tidak. Kan gak bisa seperti ini. Dasar hukumnya tidak jelas. Bahkan, baru-baru ini ada perangkat yang muter meminta tanda tangan warga tanpa tahu apa tujuannya,” tukasnya.
Yang lebih ironis lagi, hasil kesepakatan berdasar surat pernyataan tersebut belum pernah disosialisasikan dan direalisasikan. Lanjut Syamsul, belum ada satupun warga yang memperoleh uang pengembalian sesuai perjanjian.
“Banyak warga yang ingin perangkatnya diganti saja karena sudah tidak bekerja sesuai amanah. Tapi mereka takut bersuara, hanya menitipkannya kepada saya yang memang lantang ingin ada keterbukaan,” akunya.
Sementara itu, pihak Kecamatan Tlogomulyo saat diklarifikasi mengaku telah mengetahui permasalahan pungutan PTSL yang terjadi di Desa Kerokan.
Camat Tlogomulyo, Djoko Prasetija melalui Kasubag Umum dan Kepegawaian, Abdullah Nur Hasan bahkan secara tegas mengaku telah melakukan panggilan terhadap yang bersangkutan sebanyak 3 kali sekaligus melontarkan peringatan tegas untuk mengembalikan pungutan di luar ketentuan tersebut.
“Itu melanggar ketentuan berlaku. Namanya pungli itu. Kami sudah tiga kali melakukan panggilan dan teguran agar segera mengembalikan apapun alasannya. Memang yang bersangkutan beralasan bahwa uang Rp 150.000 per bidang tanah itu untuk kepentingan bersama. Ada juga bahasa agak keberatan dengan perintah kami, mungkin ya, uangnya sudah dipakai untuk keperluan kedinasan pemdes bersangkutan atau yang lain. Pokoknya tetap harus dikembalikan, kami tidak peduli alasan apapun,” tegasnya.
Berdasar Perbup yang berlaku, biaya pengurusan PTSL yang resmi hanya Rp 150.000 untuk biaya persiapan ditambah maksimal Rp 150.000 untuk biaya tambahan atau total Rp 300.000, di luar itu berarti dinyatakan ilegal alias Pungli.
“Perkara itu dikoordinir oleh paguyuban atau tidak itu di luar kami. Atau masalah surat pernyataan Kades Kerokan juga kami anggap sangat tidak benar. Karena perintahnya jelas, kembalikan semua pungutan tambahan di luar biaya resmi sebesar Rp 300.000. Pesan kami untuk semua desa jangan coba-coba main pungli seperti ini. Kalau ada silahkan para warga laporkan, kami terbuka kok,” pintanya tegas. (riz)