MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM – Sejumlah akademisi dan budayawan nusantara ikut merumuskan nilai-nilai spiritual dalam pemberdayaan wisata super prioritas Candi Borobudur dalam Kongres Borobudur di Balkondes Ngadiharjo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Sebagai narasumber diantaranya adalah akademisi Universitas Gajah Mada seperti Prof. Wiendu Nuryanti, Prof. Achmad Baiquni Drs. Bambang Sunarya,. Dr. Radjasa Mu’tasim UIN Yogyakata. Kongres Borobudur perdana ini juga dihadiri oleh praktisi, pemerhati budaya, serikat pekerja pariwisata Borobudur, PGRI, Bappeda, dan Disparpora Kabupaten Magelang.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama Supriyadi menyampaikan, pihaknya men-support dengan adanya kegiatan kompetisi opini publik dan kongres borobudur ini.
Menurutnya, Komunitas Rawat Ruwat ini ternyata tidak hanya bicara masalah fisik Candi Borobudur, melainkan juga memaknai Borobudur. “Ini selaras dengan apa yang sedang kami gagas, konsep untuk kunjungan religi wisata agama Buddha Dunia dan Indonesia,” terangnya.
Pihaknya memahami Candi Borobudur ini dengan mencoba mempertemukan tidak hanya disiplin keilmuan saja. Tidak hanya sebatas fisik artefak saja, namun fisik artefak ini juga bisa dipahami nilainya.”Karena dalam candi ini banyak relief-reliefnya, dan di setiap pahatannya ada nilai serta maknanya. Dan ini yang sedang kita gali, dengan tujuan menjaga kelestarian Candi Borobudur itu sendiri,” ungkapnya.
Budayawan Brayat Panangkaran Borobudur, Sucoro mengatakan, kegiatan yang digelar oleh Brayat Panangkaran Borobudur ini menjadi rangkaian kegiatan budaya Ruwat Rawat Borobudur ke 21 tahun 2023 yang sebelumnya digelar kompetisi opini publik dengan 200 lebih peserta.
Berdasar opini publik dan hasil penelitian Badan Riset Nasional (BRIN) itu kemudian menjadi bahan kongres yang diharapkan bisa menjadi satu masukan kepada pemerintah, terutama dalam pengelolaan Candi Borobudur ke depannya. Hal itu merupakan peran dari masyarakat dalam memberikan masukan dan saran. (cha)