JAKARTA, MAGELANGEKSPRES.ID – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud Md meminta khusus kepada para anggota dewan di Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp349 triliun.
Ia memohon agar DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Pernyataan itu ia sampaikan kepada Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
“Saya ingin usulkan gini, sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul, Pak, undang-undang perampasan aset, tolong didukung biar kami bisa mengambil begini-begininya, Pak, tolong juga pembatasan uang kartal didukung,” ujar Mahfud saat rapat di Komisi III, seperti dikutip di YouTube TVR Parlemen, Jumat, 31 Maret 2023.

Mahfud menilai bahwa transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) hendaknya bisa menjadi batu loncatan agar DPR mengesahkan kedua RUU tersebut.
Sebab, Mahfud menilai ada banyak sekali kendala mencari bukti-bukti konkret terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang harus diungkap.
Dirinya mencontohkan beberapa modus yang sulit terungkap. Seperti contoh ketika modus penukaran koper berisi kertas dengan koper berisi uang tunai di kabin pesawat dari luar negeri, khususnya Singapura.
Saat diperiksa di Tanah Air, uang itu menjadi legal karena disadurkan dengan alasan hasil judi di Singapura yang memang resmi.
“Makanya kami mohon UU perampasan aset dan pembatasan belanja uang tunai bisa (disahkan), mungkin akan menyulitkan, dan tidak sempurna, tapi kita harus berusaha, berikhtiar,” kata Mahfud.
Tujuan UU Perampasan Aset
Lalu sebenarnya apa RUU perampasan aset itu? Menurut Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih bahwa jika RUU itu disahkan, konsekuensi negara dapat merampas aset-aset para koruptor semakin besar.
Bahkan tidak hanya harta yang berasal dari tindak pidana korupsi saja. Negara bisa saja merampas harta kekayaan ketika baik dalam proses maupun modal yang digunakan pelaku.
Lebih dari itu, RUU ini bisa diterapkan pelaku tindak pidana ekonomi lain, seperti pengusutan perolehan harta dalam kasus Rafael Alun sampai harta-harta yang didapatkan dari perdagangan narkoba.
Tidak Hanya Koruptor, Pelaku Narkoba juga Bisa Dirampas
Keyakinan itu, menurut Yenti, karena undang-undang berlaku asset recovery berkaitan dengan aset hasil kejahatan. Oleh karena itu, semua hal baik berkaitan dengan aset hasil kejahatan yang tengah diproses, diatur, dan diawasi tetap bisa diterapkan dengan undang-undang tersebut.
Urgensi UU Perampasan Aset sangat Penting
Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menilai bahwa RUU itu bisa membuat pengusutan perolehan harta terpidana korupsi tidak akan terulang di masa yang akan datang.
Bahkan, dia menyebut, UU perampasan aset sudah berada di UNCAC (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi). Namun di Indonesia belum ada. (*)