JAKARTA,MAGELANGEKSPRES.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) pernah mengusulkan hari pencoblosan Pemilu 2024 digelar pada 21 Februari 2024. Sementara Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan digelar pada 27 November. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tidak setuju dengan usulan tersebut.
Tito justru mengusulkan Pemilu digelar pada April atau Mei 2024. “Kami mengusulkan hari pemungutan suara dilaksanakan pada bulan April. Seperti tahun-tahun sebelumnya. Atau kalau masih memungkinkan Mei 2024,” jelas Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9).
Alasannya, pemungutan suara pemilu berdampak terhadap mulainya tahapan Pemilu. Jika pemungutan pada Februari 2024, maka tahapan Pemilu dimulai sekitar Januari 2022.
Apabila pemilu dimulai lebih awal, hal tersebut bakal berdampak pada polarisasi, stabilitas politik, dan keamanan. Efeknya akan berdampak terhadap eksekusi program pemerintah pusat dan daerah.
Karena ada perbedaan pandangan dengan KPU, Tito meminta Komisi II DPR menunda pengambilan keputusan terkait tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Dia mengatakan pihaknya meminta waktu agar hari pemungutan suara diputuskan dalam rapat berikutnya sebelum masa reses selesai.
“Dalam kurun waktu ini pemerintah akan segera melaksanakan rapat internal kementerian lembaga dan pihak terkait lainnya. Setelah itu rapat dengan tim konsinyering yang ada perwakilan KPU Bawaslu dan DPR komisi II. Khususnya untuk melakukan exercise untuk menentukan waktu pemungutan suara,” imbuh mantan Kapolri ini.
KPU mengusulkan waktu kampanye selama 7 bulan. Sebelumnya, lembaga penyelenggara Pemilu ini mengusulkan kampanye digelar selama 4 bulan.
“Dengan durasi kampanye pemilu selama 120 hari, yaitu 21 Oktober 2023-17 Februari 2024, maka proses pengadaan yang berkaitan dengan calon hanya berlangsung selama kurang-lebih 4 bulan,” kata Ketua KPU RI, Ilham Saputra dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9).
Menurutnya, penambahan durasi kampanye menjadi 7 bulan ini ditujukan menghindari potensi keterlambatan pengiriman logistik ke TPS. Durasi masa kampanye selama 7 bulan itu sama dengan Pemilu 2019.”Usulan KPU menambahkan durasi kampanye dengan menyamakan durasi kampanye pada pelaksanaan Pemilu 2019. Yaitu selama 209 hari atau 7 bulan. Ini untuk menghindari potensi tidak tepatnya logistik datang ke TPS,” jelas Ilham.
Dalam waktu 7 bulan tersebut, KPU akan melakukan proses pengadaan logistik selama 1 bulan. Durasi tersebut termasuk potensi penambahan waktu jika ada gagal lelang selama 2 bulan.”Pelaksanaan pekerjaan ini termasuk proses produksi sampai pengiriman ke kabupaten kota bisa 3 bulan. Pengelolaan gudang sekitar 50 hari,” tutupnya.
Tito meminta efisiensi dalam penganggaran pemilu. “Ini mungkin berbeda dengan pemilu tahun sebelumnya. Efisiensi dalam penganggaran pemilu betul-betul harus kita pertimbangkan. Sebagai catatan misalnya di tahap pemilu tahun 2014. Total anggarannya Rp 16 sekian triliun. Kemudian Pemilu tahun 2019 Rp 27,479 triliun,” jelas Tito.
Menurutnya, angka Rp 86 triliun terlalu jauh jika dibandingkan dengan penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Dikatakan, perlu waktu untuk mempertimbangkan anggaran tersebut.
“Kami belum mendapat data resmi berapa anggaran pemilu yang diajukan. Ini baru usulan dari teman-teman KPU Bawaslu DKPP. Tapi membaca di media pengajuannya Rp 86 triliun,” tuturnya.
Efisiensi, kata Tito, sangat diperlukan. Terlebih, angka tersebut dinilai terlalu tinggi dari anggaran Pemilu sebelumnya. “Indonesia sedang memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan ekonomi nasional. Apalagi tahapannya kalau di mulai tahun 2022. Ini harus dipertimbangkan betul,” papar Tito.
Sepert diketahui, KPU mengusulkan anggaran Pemilu 2024 ke Komisi II DPR RI. Nilainya sebesar Rp 86 triliun. Versi KPU inimerupakan alokasi anggaran tambahan dari pagu KPU yang diterima tahun 2021.
Jadi anggaran tahun 2021 Rp 8,4 triliun. Kemudian, tahun 2022 Rp 13,2 triliun. Lalu, tahun 2023 Rp 24,9 triliun. Selanjutnya, tahun 2024 Rp 36,5 triliun. Pada tahun 2025 sebesar Rp 3 triliun.
Selain itu, perkiraan kebutuhan anggaran pemilihan serentak tahun 2024, jika mengacu ke UU Pilkada, maka anggaran untuk provinsi dan kabupaten/kota berjumlah Rp 26,2 triliun. Dana ini bersumber dari APBD tahun 2023 dan 2024. (rh/fin)