MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.ID – Permasalahan sampah di Kota Magelang bak menjadi buah bibir yang tidak pernah usai. Ditambah sempitnya lahan kota yang hanya seluas 18,53 kilometer persegi sehingga peluang kecil bisa memiliki penampungan sampah mandiri yang representatif.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta kerja sama dari seluruh komponen, khususnya masyarakat untuk membantu pemerintah mereduksi volume sampah di tempat pengelolaan sampah akhir (TPSA) satu-satunya di Banyuurip, Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Anggota Komisi C DPRD Kota Magelang, Muh Harjadi saat melakukan agenda rutin DPRD Menyapa tentang Pengawasan dalam Persampahan, Rabu, 8 Maret 2023 menjelaskan bahwa masalah sampah menjadi krusial di wilayah ini. Apalagi, kondisi TPSA Kota Magelang di Banyuurip sudah overload sejak tahun 2017 silam.
“Untuk itu, kalau kita belum bisa bicara masalah di hilir, mari kita kurangi masalah sampah dari hulu,” kata Muh Harjadi, Jumat, 10 Maret 2023.
Menurut dia, adanya kegiatan DPRD Menyapa di Jurangombo Utara, Magelang Selatan ini juga salah satu antensinya, untuk melihat perkembangan proyek tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bojong, yang lokasinya tidak berada jauh dari Jurangombo Utara.
Ia menilai perlunya kekompakan antara pemerintah dan masyarakat, untuk menanggulangi masalah sampah, dengan cara mengakselerasi pembangunan TPST Bojong. Apalagi, pengerjaan TPST Bojong sendiri sudah dilakukan sejak tahun 2018 lalu, namun hingga kini belum dapat difungsikan.
“Hasil diskusi di sela DPRD Menyapa, di Jurangombo Utara, memang salah satu isu yang dibahas adalah TPST Bojong. Tapi ada juga bahasan lain, yang tak kalah penting, yaitu semangat bersama-sama mengurangi volume sampah dari tatanan keluarga. Menurut saya, ini adalah langkah yang tepat untuk mengantisipasi TPA Banyuurip yang sudah overload,” imbuhnya.
Dia berharap, masyarakat Kota Magelang mulai menambah gerakan positif melakukan 3R mulai dari kalangan rumah tangga. Menurutnya, 3R atau reuse, reduce, dan recycle masih cukup seksi bila dijadikan strategi mengurangi volume sampah di TPA Banyuurip.
“Langkah itu dapat dimulai dengan 3R sejak dini. Apa saja itu, antara lain memilah sampah mandiri dari rumah, memanfaatkan hasil limbah yang bisa diolah untuk dijadikan kompos, mengencerkan budidaya maggot untuk menghabiskan sampah organik, bank sampah, dan lain sebagainya,” lanjutnya.
Harjadi menuturkan, kapasitas bank sampah dan kampung organik yang terdapat di hampir semua RW di Kota Magelang sangat optimal untuk mengurangi volume sampah. Tidak hanya itu, bahkan keberadaan bank sampah dan kampung organik juga memberikan manfaat bagi perkembangan ekonomi masyarakat.
“Karena sampah bisa dijadikan rupiah, sehingga selain sampah terkurangi, efektivitas dari bank sampah dan kampung organik ini juga untuk memberikan asas kebermanfaatan bagi masyarakat,” ujarnya.
Ditambahkan oleh Anggota Komisi C DPRD Kota Magelang lainnya HIR Jatmiko bahwa persampahan di wilayah ini memerlukan perhatian yang intensif. Dirinya juga meminta agar TPST Bojong segera dibenahi dan aktif digunakan untuk mengolah limbah organik.
“Harapannya semoga regulasi dan pengelolaan sampah lebih diperhatikan lagi, sudah bertahun-tahun sampah menjadi permasalahan yang belum juga usai karena lahan yang terbatas,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Magelang, Budi Prayitno meminta Pemkot Magelang untuk segera membuat regulasi tentang pengurangan volume sampah. Sebab, pengentasan masalah sampah diperlukan upaya dua sisi, selain dari masyarakat, juga dari unsur pemerintahan.
“Perlu adanya regulasi khusus menangani masalah dari hulu ke hilir di Kota Magelang,” tandasnya.
Ia menilai, kesadaran masyarakat Kota Magelang melakukan pemilahan sampah sudah cukup tinggi. Hal ini karena program-program pemerintahan terdahulu yang menitikberatkan masalah penanganan sampah dari tingkat keluarga berupa kampung organik dan bank sampah yang sangat efektif.
“Seharusnya program-program yang sudah berjalan lama ini dimodifikasi, dikembangkan, sehingga adaptif dan efektif. Tidak saja berupa gerakan moral, tapi juga diwujudkan melalui regulasi resmi Pemkot Magelang,” tandasnya.
Ia menjelaskan, program seperti Bank Sampah dan Kampung Organik yang sudah menjamur di tiap RT dan RW di Kota Magelang, seharusnya konsisten mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Bentuk apresiasi itu, lanjutnya, tidak melulu bersifat lomba, namun lebih pada inspirasi agar warga saling berlomba peduli terhadap lingkungan.
“Sudah sepatutnya ada kepedulian terhadap aktivis peduli sampah. Regulasi ini menurut saya yang paling realistis untuk mengapresiasi gerakan mereka selama ini,” ujarnya.
Dari hasil pengamatannya, Kota Magelang masih didominasi sampah anorganik. Karenanya, melalui strategi Bank Sampah dan Kampung Organik, satu per satu persoalan sampah bisa terurai.
“Sampah anorganik ini bisa dikreasikan, misalnya menjadi kerajinan, yang bernilai jual. Ditambah kita sekarang punya IKM Center, sehingga barang-barang bekas sampah yang diubah menjadi bernilai jual itu bisa dipasarkan di IKM Center. Dua keuntungan kita dapatkan sekaligus, yaitu pengurangan volume sampah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. (mg4/adv)